Jumat, 26 Juni 2015

PENELITIAN GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN


ABSTRAKSI
GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN
Anugrah Romadhon
Pendidikan IPS, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam membeli barang-barang berlebih dan tidak dibutuhkan secara terencana, hanya untuk memenuhi kepuasan dan kenyaman individu tersebut yang dilakukan secara konsisten. Gaya hidup konsumtif banyak terjadi pada remaja, tak terkecuali santri. Santri yang diharapkan mampu melakukan perubahan sosial di kalangan masyarakat justru kurang mampu dalam menghadapi gaya hidup konsumtif yang merupakan dampak negatif dari globalisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan latar belakang, faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif dan solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern. Informan utama dalam penelitian ini adalah remaja berusia 18-21 tahun, santri pondok pesantren modern dan memiliki pengeluaran lebih dari Rp.500.000,00 perbulan. Metode pengambilan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner terbuka dan wawancara.
Hasil menunjukkan bahwa secara umum keluarga sudah memberikan peran yang penting dalam mengajarkan pemahaman tentang mengatur keuangan informan setiap bulan dengan mengajarkan cara berhemat dan memberikan contoh langsung. Faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern adalah orang lain/lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan usia santri yang tergolong remaja, yaitu 18-21 tahun dimana masa remaja adalah masa pencarian identitas diri yang cenderung mengikuti kelompok acuan remaja tersebut. Solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern berasal dari tiga pihak yang saling terkait, yaitu diri santri sendiri, keluarga dan pondok pesantren modern.

Kata kunci : gaya hidup konsumtif, remaja, santri pondok pesantren modern





Pendahuluan
Dewasa ini telah banyak ditemukan corak pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang mencoba mengimbangi tuntutan modernisasi dengan beragam pembenahan dengan membangun pondok pesantren modern. Namun tak jarang pula karena kurang mampu dalam mengadopsi modernisasi pendidikan dengan baik, maka hal tersebut dapat mengancam daya saing dari peserta didik pondok pesantren modern. Misalnya saja fenomena yang terjadi saat ini, yaitu gaya hidup konsumtif yang terjadi di kalangan santri. Gaya hidup konsumtif tersebut dapat terlihat dari cara santri dalam memutuskan barang-barang yang hendak dibeli, digunakan dan dikonsumsi baik pada saat di dalam dan di luar komplek pondok pesantren modern.
            Pondok pesantren modern diharapkan mampu mengembangkan sistem belajar mengajar, kurikulum yang berlaku serta sikap mental yang harus dimiliki oleh santri sesuai dengan kebutuhan dalam menghadapi persaingan zaman saat ini. Para santri yang rata-rata berusia delapan belas sampai dua puluh satu tahun sebagai generasi muda yang menimba pendidikan di perguruan tinggi dapat menjadi agen perubahan sosial pada masa kini maupun di masa mendatang.
            Santri diharapkan mampu menuntut ilmu agama dan umum guna meningkatkan kemampuan bersaing di era globalisasi sesuai dengan tujuan didirikannya pondok pesantren modern. Kemudian santri juga mampu melakukan perubahan sosial dan menularkan perilaku positif di kalangan masyarakat dengan memberikan contoh yang baik dan membanggakan dari segi akademik dan sosial kepada masyarakat.
Sebagaimana pendapat Yaqub (dalam Diponegoro, 2005), yaitu melalui kapabilitas sebagai agen perubahan sosial, santri dapat menularkan perilaku positif kepada masyarakat di sekelilingnya. Jika dilihat dari usia para santri yang dapat dikatakan remaja, yakni usia delapan belas sampai dua puluh satu tahun, merupakan masa pencarian identitas diri. Di satu sisi remaja ingin diakui sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja harus mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya.
Pada masa remaja cenderung loyal pada kelompok acuan mereka, baik dalam menentukan pilihan atau pengambilan keputusan. Fenomena-fenomena di atas mendorong peneliti untuk merumuskan masalah yaitu bagaimana gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern. Penelitian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang dan faktor-faktor penyebab dari gaya hidup konsumtif pada santri serta solusi untuk mengurangi perilaku konsumtif yang telah menjadi gaya hidup santri. Dengan rumusan masalah tersebut penelitian ini memfokuskan tentang: Gaya Hidup Konsumtif Pada Santri Pondok Pesantren Modern.
Nafisah (dalam Sugiyarto, dalam Yuliani, 2009) menyatakan bahwa gaya hidup konsumtif adalahkecenderungan seseorang secara berlebihan dalam membeli sesuatu atau membeli secara tidak terencana. Kemudian menurut Subandy (dalam Ramadhan, 2012), gaya hidup konsumtif merupakan pola hidup untuk mengkonsumsi secara berlebihan barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan untuk mencapai kepuasaan yang maksimal.
Dari beberapa pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa gaya hidup konsumtif adalah pola hidup seseorang dalam membeli barang-barang berlebih dan tidak dibutuhkan secara tak terencana hanya untuk memenuhi kepuasan dan kenyaman individu tersebut yang dilakukan secara konsisten.
Menurut Sarwono (dalam Sugiyarto, dalam Yuliani, 2009) ada lima faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif, yaitu minat, umur, status sosial, tingkat ekonomi dan adat istiadat. Pendapat dari Suwanvijit (2009) pun tak jauh berbeda, yaitu karakteristik penting dari gaya hidup adalah bahwa gaya hidup berasal dari personal melalui pembelajaran sosial dan budaya dan mengidentifikasi demografi  konsumen (yaitu usia, pekerjaan), sebagai faktor-faktor personal yang mempengaruhi gaya hidup konsumen.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi minat dan usia. Faktor eksternal meliputi adat istiadat, budaya, status sosial, tingkat ekonomi dan pekerjaan.
Santri yang dianggap sebagai agen perubahan sosial dan diharapkan mampu melakukan perubahan-perubahan sosial yang positif di masyarakat seperti yang diungkapkan oleh Yacub (dalam Diponegoro, 2005), pada kenyataannya justru kurang mampu dalam mengadopsi arus globalisasi yang berdampak negatif yaitu santri terlihat kurang mampu dalam mengontrol gaya hidup konsumtif.
Gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern dapat dikatakan dipengaruhi oleh usia para santri yang dapat dikatakan remaja, yakni usia delapan belas sampai dua puluh satu tahun. Masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Di satu sisi remaja ingin diakui sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja harus mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya. Dalam masa ini, remaja cenderung loyal pada referensi kelompok atau kelompok acuan mereka.
            Munandar (dalam Meilaratri dan Zulkarnain, 2004) menuturkan bahwa sifat-sifat remaja yang amat mudah terbujuk iklan dan penjual, suka ikut-ikutan teman, tidak realistik dan cenderung boros dalam menggunakan uangnya, serta senang mengikuti trend, dimanfaatkan oleh sebagian produsen untuk memasuki pasar remaja.
            Namun jika dilihat dampak negatif yang ditimbulkan dari gaya hidup konsumtif, maka kita akan melihat bahwa santri sebagai agen perubahan sosial cenderung tidak berfokus pada tanggungjawab yang sebenarnya. Rahardjo dan Saifullah (dalam Hanurawan, 2005) mengemukakan bahwa dalam lingkungan pondok pesantren, secara umum para santri mempelajari banyak ragam pengetahuan yang berhubungan dengan nilai-nilai agama yang bersifat positif bagi kehidupannya, baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta, sesama
manusia, maupun dengan alam lingkungannya. Nilai-nilai itu misalnya adalah sikap adil, hemat dan tidak berlebihan, serta suka menolong sesama manusia. Sehingga jelaslah bahwa gaya hidup konsumtif tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan di dalam pondok pesantren modern yang didalamnya sangat memegang teguh tentang ajaran agama Islam.
           
Metode Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan remaja berusia 18-21 tahun, santri pondok pesantren modern dan memiliki pengeluaran lebih dari Rp. 500.000,00 perbulan. Pada penelitian ini, peneliti menambahkan informan pendukung, yaitu keluarga dari santri pondok pesantren modern dan pengelola pondok pesantren modern yang terdiri dari dewan pimpinan pondok pesantren modern dan dewan pembina yaitu ustadz kesantrian pondok pesantren modern.
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kualitatif yang diungkap dengan metode kuisioner terbuka dan wawancara. Kuisioner terbuka dibuat berdasarkan tujuan dan pertanyaan penelitian yang dibagikan kepada informan utama. Sedangkan wawancara pada penelitian kali ini dilakukan kepada informan pendukung dengan tujuan untuk menambah referensi dalam hasil penelitian, khususnya dari segi solusi yang paling efektif untuk mengurangi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern.





Hasil dan Pembahasan
Mengenai latar belakang gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern, berdasarkan hasil penelitian menggunakan kuesioner diketahui prosentase tertinggi informan untuk kebiasaan dalam keluarga informan ketika berbelanja adalah membeli sesuai kebutuhan, yaitu sebesar 65,8%. Prosentase tertinggi peran keluarga dalam mengajarkan pemahaman tentang mengatur keuangan informan setiap bulan prosentase tertinggi adalah mengajarkan cara berhemat, yaitu sebesar 38,03%.
Melihat dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keluarga sudah memberikan peran yang penting dalam mengajarkan pemahaman tentang mengatur keuangan informan setiap bulan dengan mengajarkan cara berhemat dan memberikan contoh langsung seperti kebiasaan membeli sesuai kebutuhan ketika berbelanja.
Kebiasaan dan peran keluarga dalam mengajarkan pemahaman sosial tentang mengatur keuangan terhadap santri sangat berpengaruh pada gaya hidup konsumtif pada santri. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Suwanvijit (2009), yaitu karakteristik penting dari gaya hidup adalah bahwa gaya hidup berasal dari personal melalui pembelajaran sosial sebagai salah satu dari faktor-faktor personal yang mempengaruhi gaya hidup konsumen.
Pembelajaran sosial tersebut mampu didapatkan oleh santri dari ruang lingkup terkecil santri yaitu keluarga. Ketika keluarga mampu memberikan pembelajaran sosial yang baik, maka gaya hidup konsumen, yaitu santri, dapat dikontrol dengan baik pula.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif dapat dilihat dari hasil kuesioner yang menunjukkan faktor-faktor yang menjadi pertimbangan informan sendiri ketika berbelanja adalah faktor kebutuhan, yaitu sebesar 34%. orang yang paling berpengaruh pada keputusan informan sendiri ketika berbelanja adalah orang sekitar/lingkungan, yaitu sebesar 62,5%.
Melihat dari penjabaran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern adalah orang lain/lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan usia santri yang tergolong remaja, yaitu 18-21 tahun dimana masa remaja adalah masa pencarian identitas diri. Di satu sisi remaja ingin diakui sebagai individu, sementara pada saat yang sama remaja harus mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebayanya.
Dalam masa ini, remaja cenderung loyal pada referensi kelompok atau kelompok acuan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sarwono (dalam Sugiyarto, dalam Yuliani, 2009) dan Suwanvijit (2009) yang mengemukakan bahwa usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif. Usia santri yaitu 18-21 tahun digolongkan pada masa remaja.
Menurut Ahava dan Palojoki (2004) mengkonsumsi adalah fenomena sosial yang kompleks, khususnya pada remaja. Remaja menyampaikan pesan-pesan melalui gaya konsumsi mereka. Pesan-pesan ini menunjukkan komitmen pada grup (teman sebaya) yang berbeda, gaya hidup yang berbeda dan aspek politik atau ekologi.
Melihat gaya hidup konsumtif pada santri, maka perlu adanya solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern. Berdasarkan hasil penelitian diketahui prosentase tertinggi untuk cara informan mengatur keuangan setiap bulan adalah dengan berhemat, yaitu sebesar 20,5%. Selanjutnya prosentase tertinggi untuk cara informan menyiasati pengaruh teman untuk mencegah perilaku boros adalah dengan mengingatkan, yaitu sebesar 39,1%.
Melihat uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa solusi dari diri santri sendiri dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern adalah dengan cara berhemat. Berhemat dapat dilakukan dengan cara membuat daftar belanja sebelum membeli sehingga pengeluaran dapat terencana dengan baik setiap bulannya dan membeli barang sesuai kebutuhan.
Kemudian cara menyisati pengaruh teman untuk mencegah perilaku boros adalah dengan cara mengingatkan. Hal ini senada dengan kesimpulan dari hasil wawancara kepada informan pendukung bahwa cara yang seharusnya dilakukan oleh diri santri sendiri untuk mengurangi gaya hidup konsumtif pada santri adalah belajar berhemat dan mengontrol keinginan. Belajar berhemat dapat dilakukan dengan cara menabung, sedangkan mengontrol keinginan dapat dilakukan dengan membeli sesuai dengan kebutuhan.
Solusi dari diri santri sendiri dalam menghadapi gaya hidup konsumtif tak terlepas dari cara santri dalam menyiasati pengaruh dari teman untuk mencegah perilaku boros dimana masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri dan remaja cenderung loyal pada teman sebaya/kelompok mereka. Menurut santri, hal tersebut dapat disiasati dengan cara mengingatkan. Santri juga dapat meningkatkan kegiatan positif seperti ibadah dan belajar serta lebih peka terhadap lingkungan sekitar untuk menyisati pengaruh dari teman.
Kemudian berdasarkan hasil penelitian diketahui prosentase tertinggi untuk cara yang seharusnya dilakukan oleh keluarga untuk mengurangi gaya hidup konsumtif pada santri adalah dengan mengajarkan cara mengatur keuangan, yaitu sebesar 58,4%. Mengatur keuangan meliputi mengirimkan uang sesuai kebutuhan, mengajarkan cara menabung, mengurangi uang saku, mengajarkan cara mengatur keuangan, mengirimkan jatah perbulan, menjadwal pengiriman uang, mengajarkan cara berhemat, membatasi uang saku, mengajarkan kesederhanaan dan mengajarkan untuk bersedekah.
Selain itu penting pula adanya pembatasan uang saku perbulan dan tidak memanjakan anak dengan memberikan semua yang diinginkan. Keluarga berperan penting dalam memberikan solusi untuk menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok
pesantren modern.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Suwanvijit (2009), yaitu karakteristik penting dari gaya hidup adalah bahwa gaya hidup berasal dari personal melalui pembelajaran sosial sebagai salah satu dari faktor-faktor personal yang mempengaruhi gaya hidup konsumen. Pembelajaran sosial tersebut mampu didapatkan oleh santri dari ruang lingkup terkecil santri yaitu keluarga.
Hal ini senada dengan pendapat Rahardjo dan Saifullah (dalam Hanurawan, 2005) bahwa dalam lingkungan pondok pesantren, secara umum santri banyak diajarkan ragam pengetahuan yang berhubungan dengan nilai-nilai agama yang bersifat positif bagi kehidupannya, baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta, sesama manusia, maupun dengan alam lingkungannya. Nilai-nilai itu misalnya adalah sikap adil, hemat dan tidak berlebihan, serta suka menolong sesama manusia.
Namun diketahui bahwa prosentase tertinggi untuk cara yang paling efektif dalam mengurangi gaya hidup konsumtif pada santri adalah adanya manajemen diri, yaitu sebesar 39%. Manajemen diri meliputi berhemat, membatasi perilaku jajan, melakukan aktifitas positif dan membeli sesuai kebutuhan.






Kesimpulan
Mengenai latar belakang gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern, dapat disimpulkan bahwa keluarga sudah memberikan peran yang penting dalam mengajarkan pemahaman tentang mengatur keuangan informan setiap bulan dengan mengajarkan cara berhemat dan memberikan contoh langsung seperti kebiasaan membeli sesuai kebutuhan ketika berbelanja.
Faktor yang mempengaruhi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern dipengaruhi oleh orang lain/lingkungan. Hal ini juga berkaitan dengan usia santri yang tergolong remaja, yaitu 18-21 tahun dimana masa remaja adalah masa pencarian identitas diri yang cenderung loyal pada referensi kelompok atau kelompok acuan mereka.
Solusi dalam menghadapi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern berasal dari tiga pihak yang saling terkait, yaitu diri santri sendiri, keluarga dan pondok pesantren modern. Namun solusi yang paling efektif untuk mengurangi gaya hidup konsumtif
pada santri menurut santri sendiri adalah adanya manajemen diri. Manajemen diri meliputi berhemat, membatasi perilaku jajan, melakukan aktifitas positif dan membeli sesuai kebutuhan.
           

Saran
1. Bagi informan penelitian (Santri pondok pesantren modern)
Informan penelitian diharapkan mampu mengurangi gaya hidup konsumtif dan mulai berfokus pada peningkatan kualitas diri dan mampu memberikan pengaruh positif kepada masyarakat. Cara untuk mengurangi gaya hidup konsumtif dapat dilakukan dengan berhemat yang dilakukan dengan cara membuat daftar belanja sebelum membeli sehingga pengeluaran dapat terencana dengan baik setiap bulannya dan menabung. Selain berhemat, santri dapat pula mengontrol keinginan dengan cara membeli barang sesuai kebutuhan. Kemudian cara menyisati pengaruh teman untuk mencegah perilaku boros adalah dengan cara mengingatkan, meningkatkan kegiatan positif seperti ibadah dan belajar serta lebih peka terhadap lingkungan sekitar.

2. Bagi orang tua (keluarga)
Orang tua dan keluarga diharapkan mampu berperan serta dalam mengurangi gaya hidup konsumtif pada santri pondok pesantren modern. Peran orang tua dan keluarga dapat dilakukan dengan cara mengajarkan cara mengatur keuangan meliputi mengirimkan uang sesuai kebutuhan, mengajarkan cara menabung, mengajarkan cara mengatur keuangan, mengirimkan jatah perbulan, menjadwal pengiriman uang, mengajarkan cara berhemat, membatasi uang saku, mengajarkan kesederhanaan dan mengajarkan untuk bersedekah.

3.  Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai tambahan informasi agar selanjutnya dapat meneliti gaya hidup konsumtif pada seluruh santri pondok pesantren modern, mulai dari MTs sampai dengan Perguruan Tinggi dan melihat faktor-faktor lain yang berpengaruh seperti adat istiadat, status sosial dan status ekonomi dari santri.












Lampiran 1
Kuesioner Penelitian
GAYA HIDUP KONSUMTIF PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MODERN

No. Kuesioner            :
Tanggal                       :
Responden Yth,
Terima kasih atas respon positif yang diberikan dengan berkenan mengisi kuesioner yang saya bagikan. Kuesioner ini semata-mata untuk kepentingan penelitian saya dalam penulisan tugas UAS mata kuliah Sosiologi Pedesaan-Perkotaan. Silahkan menjawab sesuai dengan pemahaman dan fakta Saudara/i.
A. Identitas Responden
Nama               :
Jenis Kelamin :
Usia                 :
B. Untuk pertanyaan berikut, silahkan jawab yang dianggap paling sesuai!
1.      Sebagai santri, bagaimana cara anda memberikan contoh kepada lingkungan/masyarakat? Jelaskan !



2.      Bagaimana aktifitas anda dilingkungan pesantren? Jelaskan !



3.      Berapa pengeluaran anda perbulan?
 



4.      Bagaimana cara anda memutuskan untuk membeli suatu barang yang hendak dibeli? Jelaskan !


5.      Apakah anda mudah terbujuk oleh penjual dan iklan-iklan suatu produk? Jelaskan !



6.      Dalam membeli suatu barang, apakah anda suka ikut-ikutan teman? Jelaskan !


7.      Apakah orang terdekat/lingkungan mempengaruhi gaya hidup konsumtif anda? Jelaskan !


8.      Bagaimana cara anda berhemat/ mengatur keuangan setiap bulannya?


9.      Apakah keluarga/orang tua membatasi dalam memberikan uang setiap bulannya? Jelaskan !


10.  Apakah keluarga mengajarkan anda cara mengatur keuangan? Jelaskan !




Tidak ada komentar:

Posting Komentar